Emas sebagi patokan, Cara satu-satunya keluar dari cekikan drakula kapitalis

Beberapa pakar ekonomi di Indoneisa, termasuk Menteri Keuangan pada bulan Mei lalu mensinyalir potensi terjadinya krisis ekonomi jilid dua di Indonesia.
Penyebabnya adalah pasar uang di Indonesia dinilai telah kebanjiran dana-dana jangka pendek dari luar negeri. Kondisi tersebut diyakini mirip dengan kondisi menjelang krisis moneter pertama yang menimpa Indonesia pada 1997 silam. Data terakhir menunjukkan bahwa dana asing yang masuk ke SBI sekitar 1,36 miliar dolar AS, SUN 847 juta dolar AS, dan pasar saham 623 juta dolar AS.

Bila krisis moneter jilid dua terjadi, fenomena yang terjadi pada krisis moneter jilid pertama kemungkinan besar bakal terulang. Hal tersebut seperti devaluasi besar-besaran yang menimpa rupiah. Berbagai harga harga barang melonjak tajam dan berbagai dampak sosial ekonomi lainnya yang tidak dapat dibayangkan.Sedangkan terkait pelemahan yang menimpa rupiah menurut berapa pengamat ekonomi disebabkan beberapa faktor. Salah satunya diyakini karena rupiah merupakan mata uang kertas dan bukan dinar dirham (berpatokan pada emas).

Sebagian pihak meyakini Indonesia tidak akan mengalami penurunan bila dinar dirham digunakan sebagai alat tukar resmi. Setidaknya, itu yang menjadi keyakinan bagi Umar Ibrahim Vadillo dari World Islamic Trade Organization (WITO). Organisasi yg vis a vis fungsinya dengan WTO.

Menurut Umar, devaluasi juga terjadi atas seluruh mata uang kertas negara lain. Sebabnya, uang kertas tidak didukung oleh nilai instrinsik. Sementara, di berbagai negara, uang kertas dapat dicetak sebanyak mungkin sehingga rentan inflasi. Penggunaan uang kertas di suatu negara juga berarti pelegalan atas tindak pencurian. Hal tersebut juga berlaku di Indonesia. Sebabnya, nilai uangm kertas cenderung menurun dan hanya segilintir orang yang diuntungkan dengan penurunan tersebut. Parahnya lagi, penurunan nilai uang kertas terus terjadi bertahun-tahun tanpa bisa dihentikan.

Penurunan nilai mata uang kertas merupakan tindak kriminal, pencurian. Jumlah uang kertasnya memang tidak berkurang. Tapi, nilai uang kertas yang dikandung berkurang secara terus menerus. Sementara, masyarakat di berbagai negara dipaksa untuk menggunakan mata uang kertas oleh pemerintah dan otoritas setempat.

Penggunaan mata uang kertas dinilai tidak dapat mendorong kesejahteraan seluruh masyarakat suatu negara. Fenomena tersebut hanya akan semakin memperkaya segelintir kelompok yang memang diuntungkan dengan sistem uang kertas tersebut.

WITO mencatat sistem uang kertas hanya akan menguntungkan sekitar 300 kerajaan keluarga di dunia. Mereka diuntungkan karena mereka menguasai ratusan lembaga keuangan internasional lintasnegara seperti perbankan dan lembaga investasi. Sedangkan, miliaran penduduk dunia lainnya hanya menjadi korban atas sistem uang kertas tersebut.

Selain itu, WITO juga mencatat, dalam lima tahun terakhir, nilai dolar AS baru yang dicetak mencapai 100 triliun dolar AS. Jumlah tersebut diprediksi dapat membeli sebuah negara seperti Indonesia. Padahal, Indonesia memiliki sumber daya berlimpah seperti minyak, aluminium, gas, dan emas. Namun, sumber daya berlimpah tersebut hanya ditukar untuk mendapatkan dolar AS yang sebetulnya tidak dijamin emas.

Dan untuk mengatasi berbagai masalah tersebut, dinar dirham dapat menjadi solusi alternatif. Hal tersebut karena dinar dirham terbuat dari logam mulia yang tidak dapat dibuat seenaknya, tapi harus melalui proses alami ribuan tahun. Karena itu dinar dirham tidak dapat dipermainkan oleh para spekulan seperti uang kertas. Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, dinar ditetapkan
sebagai koin emas 22 karat dengan berat 4,25 gram. Sedangkan, dirham ditetapkan sebagai koin perak dengan berat 2,975 gram.

Karena terbuat dari emas dan perak, dinar dirham dikenal sebagai mata uang yang tahan inflasi. Bahkan, kedua mata uang tersebut jauh mengungguli mata uang mana pun termasuk dolar AS atau poundsterling Inggris. Karena itu, keduanya telah digunakan manusia selama ribuan tahun, bahkan sebelum Islam datang. Salah satunya adalah penggunaan koin emas oleh peradaban Mesopotamia dan Romawi.

Selain itu, meskipun dinar dan dirham diyakini berbagai pihak tidak dapat dipermainkan. Tapi, sebetulnya masih terdapat celah untuk mengambil keuntungan untuk memperdagangkan dinar. Namun, celah margin tersebut tidak sebesar celah yang dimiliki uang kertas. Akibatnya, spekulan valas tentu tidak menyenangi bila dinar dirham menjadi mata uang suatu negara. WITO mencatat dalam beberapa tahun terakhir, peningkatan nilai dinar terhadap mata uang kertas seperti rupiah berada pada level 25-30 persen per tahun. Hal serupa juga terjadi pada nilai dinar terhadap dolar AS. Karena itu, bila Indonesia menjadikan dinar dirham sebagai alat transaksi sah diyakini dapat memebuat ekonomi negara tersebut lebih kuat menahan inflasi.

Sebagai perbandingan saja. Di Malaysia, dinar emas juga telah secara resmi dipakai di kantor-kantor Bazis (Badan Amil Zakat) di sejumlah negara bagian. Jumlah wakalahnya pun di negeri jiran ini telah jauh lebih banyak dibanding di Indonesia. Di Inggris dan Skotlandia, perdagangan dengan dinar dan dirham dimotori, antara lain oleh Dinar-Exchange. Secara internasional sistem e-dinar juga sudah semakin berkembang. Hal tersebut dengan memisahkan dirinya dari e-gold, menjadi sistem yang mandiri dengan basisnya di Labuan, Malaysia.

Pemakaian dinar emas sendiri saat ini sudah semakin luas dan diterima di berbagai belahan dunia. Di Indonesia sekurangnya telah ada empat jenis koin dinar, dengan satuan 1 dan 0,5 dinar, yang diterbitkan oleh empat pemrakarsa. Mereka adalah Islamic Mint Nusantara, Baitulmal Muamalat, PP Logam Mulia, dan Kesultanan Ternate.

Kapasitas produksi koin dinar dengan mudah dan cepat dapat diperbesar sesuai kebutuhan yang ada. PP Logam Mulia, sebagai bagian dari BUMN PT Aneka Tambang, juga telah mengantongi akreditasi internasional untuk menjamin kualitas kemurnian koinnya. Karena itu, Umar meyakini bila ingin keluar dari kemungkinan keterpurukan ekonomi akibat inflasi, Indonesia harus mengadopsi dinar sebagai mata uang resmi. Dengan demikian, basis ekonomi negara tersebut dapat menjadi kuat dan tidak terombang-ambing inflasi.

Pentingnya penggunaan dinar menurut pengamat perekonomian Islam, seperti Iqbal Muhaimin, akan mendorong seluruh perusahaan dan divisi asuransi syariah agar mengembangkan produk asuransi berbasis dinar. Produk tersebut dikhususkan bagi asuransi berjangka waktu lima tahun ke atas. Di antaranya, asuransi kesehatan syariah dan asuransi pendidikan syariah. Hal ini bertujuan agar peserta tidak dirugikan.

Jadi, dengan melihat basis riil dari mata uang alternatif ini, dalam hal ini emas, sistem perekonomian sebuah negara tidak akan mudah guncang dengan terpaan-terpaan faktor eksternal. Sebagai gambaran, dengan menjadikan dolar AS atau euro sebagai cadangan devisa dan alat transaksi perdagangan di Indonesia maka gerak ekonomi nasional berada dalam lingkaran belenggu permintaan dan penawaran kedua mata uang itu.

Jika kedua negara penghasil uang itu 'bermain-main', ekonomi kita menjadi rentan seperti krisis di 1997 dan 1998. Untuk menghindari spekulasi permainan itu, rasanya Indonesia sudah harus memilih jalan tengah ini untuk memantapkan stabilitas moneter nasional dan menjauhi area ketergantungan dari sistem moneter 'kertas'. (Republika.co.id / 31 Mei 2007)

Edo Segara wrote:

DALAM sebuah kelas matrikulasi pengantar Ilmu Ekonomi terjadi perdebatan yang menarik antara mahasiswa dan dosen terkait dengan penerapan mata uang Dinar dalam kebijakan sistem moneter keuangan di Indonesia. Kebetulan mahasiswa tersebut bekerja di sebuah perguruan tinggi S1 Yogyakarta yang sangat kental dengan semangat menerapkan sistem syariah Islam di Indonesia. Si mahasiswa bersikukuh bahwa keniscayaan mata uang Dinar bisa diterapkan di Indonesia, sehingga debat kusir tidak bisa dielakkan. Yang cukup menarik disampaikan dosen Ilmu ekonomi tersebut adalah dinar tidak bisa diterapkan dengan kecukupan cadangan emas yang ada di Indonesia dan Negara-negara yang mau bertransaksi dengan menggunakan mata uang dinar.

Sejatinya terdapat perbedaan yang sangat mendasar antara sistem ekonomi konvensional dengan Sistem Ekonomi Islam. Dalam sudut pandang sistem ekonomi konvensional terdapat kelangkaan dari sumber daya yang diperlukan untuk memenuhi keinginan manusia yang tidak terbatas.

Sehingga timbul pilihan-pilihan atas penggunaan sumber daya yang bisa dimiliki. Akibatnya timbul kemungkinan penggunaan sumber daya dalam suatu kegiatan (produksi) dan menghasilkan konsep opportunity cost. Ini yang menjadi dasar pegangan dosen tersebut.

Mengenai implementasi gold dinar di Indonesia, saya lebih cenderung dengan pemikiran M. Baqir as Shadr salah seorang Ulama Irak, ia menilai bahwa persoalan ekonomi muncul sebagai akibat dari sistem distribusi yang tidak adil dan merata, bukan karena sumber daya yang terbatas. Dalam sudut pandang Islam, Allah SWT telah menyediakan sumber daya secara cukup dan seimbang bagi kebutuhan manusia.

"Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung- gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran (yang seimbang). Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan- keperluan hidup dan (Kami menciptakan pula) mahluk-mahluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya. Dan tidak ada sesuatupun melainkan dari sisi Kami-lah sumbernya, dan Kami tidak menurunkannya kecuali sesuai dengan kadar yang (Kami) ketahui." (Qs. Al Hijr: 19 – 21). Dalam ayat yang lain: "Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah memudahkan bagimu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir batin." (Qs.Luqman: 20).

Maka konsep keterbatasan emas terbantahkan jika menilik ayat-ayat diatas.

Asumsi Dasar Implementasi Gold Dinar

Ide pemunculan emas sebagai alat transaksi dalam perdagangan internasional ini sesungguhnya merupakan jawaban untuk mengurangi ketergantungan negara-negara Islam terhadap dominasi dua mata uang dunia tersebut (dolar AS dan Euro). Selain itu, ide ini juga dapat digunakan sebagai alat untuk meminimalisasi praktik-praktik spekulasi, ketidakpastian, hutang, dan riba. Terutama yang selama ini
terjadi pada aktivitas di pasar uang, di mana hal tersebut terjadi sebagai akibat dari penggunaan uang kertas (fiat money), sehingga menjadi dilema tersendiri bagi negara-negara Islam.

Ide untuk menjadikan Gold dinar sebagai mata uang bersama negara Islam yang digunakan sebagai alternatif alat pembayaran dalam transaksi perdagangan, telah diajukan dalam persidangan Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Kuala Lumpur, Malaysia, 10 Oktober 2003 lalu. Ide tersebut dilontarkan Perdana Menteri Malaysia saat itu, Dr.Mahathir Mohamad. Usulan tersebut kembali menggema pada Konferensi ke- 12 mata uang ASEAN di Jakarta pada 19 September 2005. Kali ini penggagasnya adalah Eks. Menteri Negara BUMN, Sugiharto. Beliau menilai bahwa dengan kondisi keuangan yang diliputi oleh ancaman inflasi setiap saat dan serangan spekulan yang unpredicted, maka penggunaan dinar-dirham perlu menjadi pertimbangan Negara-negara Muslim.

Tidak berlebihan kiranya untuk menyatakan bahwa mantan PM Malaysia Dr. Mahathir Mohamad yang menjadi pioner pertama dalam mengkampanyekan penerapan gold dinar sebagai alat pembayaran dalam perdagangan Internasional. Beberapa asumsi dasar yang pernah disampaikan Mahathir Mohamad dan para penasehat ekonominya (Tan Sri Nor Mohamed Yakcop) dalam sebuah seminar dengan tajuk "The Gold Dinar in Multilateral Trade Seminar," di Kuala Lumpur pada tanggal 22-23 Oktober 2002 semasa ia menjabat sebagai Perdana Menteri Malaysia
antara lain, adalah:

Pertama, gold dinar tidak menggantikan mata uang lokal. Gold dinar semata-mata hanya akan dipakai dalam perdagangan baik bilateral maupun multi-lateral, sementara uang local seperti ringgit, rupiah dan riyal akan tetap digunakan sebagai mata uang untuk keperluan transaksi domestik di masing-masing Negara.

Kedua, gold dinar akan dimaknai sebagai refleksi emas yang tidak muncul dalam bentuk fisik. Contohnya, satu gold dinar sama dengan satu ons emas. Baru kemudian satu ons emas ini ditetapkan sesuai dengan harga yang berlaku dipasar. Umpamanya, satu ons emas di pasar senilai dengan $ 400, maka nilai dari satu gold dinar akan sama dengan $ 400.

Ketiga, tidak perlu mentransfer secara langsung emas dari satu Negara anggota gold dinar trade block (GDTB) ke Negara anggota yang lain ketika transaksi perdagangan dilakukan. Melainkan, sistem pembayarannya cukup berupa transfer kepemilikan emas dalam rekening kustodian emas dari masing-masing anggota. Namun demikian, dalam periode tertentu, katakanlah berbasis kwartalan bahkan tahunan, Negara anggota yang memiliki defisit perdagangan harus memindahkan kepemilikan emasnya ke rekening kustodian dari Negara yang mengalami surplus perdagangan. Ketika transfer kepemilikan gold dinar ini oleh suatu sebab tidak bisa dieksekusi, maka perdagangan bisa diselesaikan dengan mata uang lain, dengan catatan ini hanya berlaku untuk perkecualian, bukan aturan utamanya.

Keempat, penyelesaian perdagangan akan difasilitasi dengan menggunakan sistem Bilateral Payment Agrement (BPA), ini terjadi bila hanya melibatkan dua Negara saja yang menyetujui perdagangan internasionalnya dilakukan dengan gold dinar. Bila pesertanya ada tiga atau lebih, maka dieksekusi dengan metode Multilateral Payment
Agreement (MPA).

Kelima, berdasarkan sistem BPA, Bank Sentral dari anggota GDTB akan menyediakan kredit dalam bentuk gold dinar. Posisi surplus atau defisit yang bisa muncul dalam transaksi perdagangan dari masing- masing anggota bisa saja diperpanjang hingga impor atau ekspor waktu yang akan datang atau dicatat dalam balance sheet dari rekening gold dinar dari Bank Sentral.

Keenam, perlu didirikan semacam bank kustodian disalah satu anggota dengan maksud bisa agar bisa memudahkan memonitor dan memastikan masing-masing anggota memenuhi jumlah minimal yang disyaratkan dari simpanan emasnya. Institusi ini juga akan memastikan fungsi pembayaran dan sekaligus juga berfungsi sebagai pemegang custodian dari rekening gold dinar.

Menjawab Keraguan Ketersediaan Emas

Seperti didiskusikan diawal, untuk menjawab keraguan cadangan emas yang diperlukan adalah dengan menghitung jumlah gold dinar yang diperlukan untuk memfasilitasi perdagangan masing-masing Negara. Apakah masing-masing Negara mengalami surplus atau sebaliknya defisit emas dalam transaksi perdagangan. Diasumsikan Negara yang tergabung dalam Gold Dinar Trade Block (GDTB) adalah negara pengekspor utama OKI. Mereka adalah Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, Malaysia, Indonesia, Turki, dan Pakistan.

Negara-negara para pendukung gold dinar ini harus memiliki reserve emas yang mencukupi untuk melakukan transaksi perdagangan. Negara anggota yang memiliki defisit perdagangan harus memindahkan kepemilikan emasnya ke rekening kustodian dari Negara yang mengalami surplus perdagangan. Dr. Mahathir Mohamad (2002) pernah menyarankan mereka yang terlibat dalam blok perdagangan gold dinar bisa membantu anggota lainnya dengan membeli komoditi dari Negara-negara yang miskin reserve emas, sehingga lambat laun mereka juga akan mengakumulasi emas yang dalam derajat tertentu bisa turut mendukung
terjadinya perdagangan.

Alternatif lain yang bisa diambil untuk menangani masalah kebekuan ini adalah pertama, gold dinar bisa dipakai untuk memfasilitasi perdagangan yang melibatkan keperluan dari pemerintah Negara itu. Dengan kata lain membatasi perdagangan hanya pada sektor pemerintah, sedangkan sektor privat (swasta) yang jumlahnya diperkirakan lebih besar akan dilakukan secara bertahap sembari menyiapkan sarana dan prasarananya kemudian hari, sebelum akhirnya bisa menyiapkan reserve emas yang cukup untuk memfasilitasi perdagangan secara total.

Ada dua keuntungan dalam menerapkan strategi ini: pertama, setiap Negara anggota tak perlu menyediakan reserve emas dalam jumlah yang besar. Reserve yang ada (existing) bisa diharapkan untuk membiayai perdagangan yang melibatkan pemerintah masing-masing. Kedua, administrasi untuk mengeksekusi perdagangan menjadi lebih sederhana karena perdagangan itu sepenuhnya didukung oleh pemerintah masing- masing.

Alternatif yang kedua, ketersediaan emas bisa dipenuhi dengan mengkonversi sebagian reserve dolar mereka ke dalam emas. Dengan membelikan dolar dalam jumlah yang signifikan itu dengan emas, persoalan ketersediaan emas untuk memfasilitasi perdagangan itu bisa teratasi.

Perjuangan menggaungkan reformasi moneter di Indonesia masih sangat terbuka. Hanya mereka yang membawa solusi, yang bisa mengambil pelajaran dan memperbaiki sistem lama bagi terciptanya sistem baru yang lebih adil dan tidak eksploitatif. Inilah yang dijanjikan Allah SWT dalam Al-Qur'an bahwa masa kejayaan dan kehancuran akan dipergilirkan di antara manusia.

Memang tidak akan mudah, banyak rintangan yang menghadang. Kalau Indonesia dan Negara-negara OKI tidak memulai langkah strategis ini, maka mereka akan terus hidup sebagai 'rumput' bukan 'pohon cemara.' Mereka memang tidak akan dihempas angin, namun diinjak-injak. Selamanya kita terus jadi free launch orang lain, sementara diri sendiri kelaparan. Masihkah kita mau berpangku tangan? Wallahua'lam

http://www.mail-archive.com/milis-kammi@yahoogroups.com Implementasi Gold-Dinar Di Indonesia .

Good dinar vision look in geraidinar.com

Bagikan Info ini

Bookmark and Share
Sponsor Web Penghasil Uang

Artikel Terkait

Toko Buku Kedokteran Online

 

Lihat semua daftar posting »»Gajiku di Bisnis Internet is proudly powered by Blogger | Minima Template edited by Bowo