Sahabatku…
Izinkan aku menceritakan lima kisah teladan tentang ketabahan dalam menghadapi kesulitan.
Kisah pertama, adalah kisah tentang Rasulullah Saw. Beliau dimasukkan ke dalam golongan Nabi ulul azmi karena telah mengalami cobaan dan penderitaan hidup yang sangat berat. Beliau pernah mengalami pemboikotan yang dilakukan kafir Quraisy, sehingga terpaksa harus makan daun-daunan atau jika tidak ada, beliau mengganjal perutnya dengan batu. Beliau pernah akan dibunuh oleh kafir Quraisy, namun dengan izin Allah usaha itu tidak berhasil. Beliau pernah di hina, di fitnah, dan di caci maki. Punggung beliau pernah dilumuri kotoran ternak oleh kafir Quraisy, padahal saat itu beliau sedang sujud shalat. Beliau pernah dilempari batu saat berdakwah di Thaif, hingga tubuhnya berdarah-darah. Saat kembali dari Thaif, dengan perasaan sedih beliau berdoa kepada Allah dengan doa yang memilukan hati. Doa itu pun di dengar Allah, sehingga Allah mengutus malaikat Jibril As untuk menemuinya. Setibanya di hadapan Nabi, Jibril As memberi salam seraya berkata, “Allah mengetahui apa yang telah terjadi padamu dan orang-orang ini. Allah telah memerintahkan malaikat di gunung-gunung untuk menaati perintahmu.” Sambil berkata demikian Jibril memperlihatkan para malaikat itu kepada Rasulullah Saw. Kata malaikat itu, “Wahai Rasulullah, kami siap untuk menjalankan perintah tuan. Jika engkau mau, kami sanggup menjadikan gunung di sekitar
Kisah kedua, adalah kisah tentang Bilal Ra. Bilal bin Rabah al-Habsyi Ra adalah seorang sahabat Nabi yang terkenal. Dia adalah seorang muadzdzin di masjid Nabawi. Sebelumnya, ia seorang hamba sahaya milik seorang kafir Quraisy, kemudian memeluk Islam. Keislamannya telah menyebabkan Bilal Ra mengalami banyak penderitaan dan kesengsaraan akibat perbuatan orang-orang kafir. Bilal Ra dibaringkan di atas padang pasir yang panas membakar ketika matahari sedang terik sambil menindihkan batu besar di atas dadanya, sehingga Bilal Ra tidak dapat menggerakan badannya sedikitpun. Umayah, majikannya, berkata, “Apakah kamu bersedia mati dalam keadaan seperti ini? Ataukah kamu mau terus hidup, dengan syarat kamu tinggalkan agama Islam?” Walaupun disiksa seperti itu, namun dia berkata, “Ahad! Ahad! Ahad!”.
Pada malam harinya, Bilal Ra diikat dengan rantai, kemudian di cambuk terus menerus hingga badannya luka-luka. Pada siang harinya, dia dibaringkan kembali di atas padang pasir yang panas. Tuannya berharap Bilal Ra akan mati dalam keadaan seperti itu. Orang kafir menyiksa Bilal Ra silih berganti, suatu kali Abu Jahal menyiksanya, terkadang Umayah bin Khalaf, bahkan orang lain pun turut menyiksanya juga. Mereka berusaha untuk menyiksa Bilal Ra dengan siksaan yang lebih berat lagi. Ketika Abu Bakar Ash Shiddiq Ra melihat penderitaan Bilal Ra, beliau segera membebaskannya.
Kisah ketiga, kisah tentang Khabbab bin Al Arat Ra, seorang sahabat Nabi yang tubuhnya penuh luka akibat siksaan yang pernah dialaminya. Ketika Umar bin Khaththab Ra menjadi khalifah, beliau pernah bertanya kepada Khabbab mengenai penderitaannya pada awal ia memeluk Islam. Sebagai jawabannya ia memperlihatkan parut-parut luka bagian belakang badan yang demikian rupa. Melanjutkan ceritanya Khabbab mengatakan bahwa dia pernah diseret di atas timbunan bara api sehingga lemak dan darah yang mengalir dari badannya memadamkan bara api tersebut. Ketika Islam telah menyebar di segala penjuru, Khabbab sering duduk menangis sambil berkata, “Nampaknya Allah sedang memberi ganjaran atas segala penderitaan yang telah kita alami. Mungkin di akhirat nanti tidak ada ganjaran yang akan kita terima.” Khabbab meninggal pada usia 37 tahun. Dia merupakan sahabat yang pertama kali dikebumikan di Kuffah. Pada suatu hari Ali bin Abi Thalib Ra melewati makamnya, beliau berkata, “Ya Allah, rahmatilah Khabbab. Dengan semangatnya dia telah memeluk Islam, dan dengan ikhlas dia telah menghabiskan waktunya untuk berhijrah, berjihad dan mengalami segala penderitaan.”
Kisah keempat, kisah tentang Ammar dan kedua orangtuanya. Ammar dan kedua orangtuanya termasuk ke dalam golongan kaum muslimin yang telah mengalami berbagai penderitaan akibat siksaan yang dilakukan oleh kafir Quraisy. Mereka disiksa di atas batu-batu dan pasir yang panas membakar. Yasir, ayah Ammar Ra, mati syahid setelah disiksa tanpa perikemanusiaan. Ibu Ammar Ra, yaitu Sumayyah Ra yang sudah tua pun ditikam kemaluannya dengan tombak oleh Abu Jahal sehingga meninggal dunia. Mereka tidak mau meninggalkan agama Allah walaupun disiksa dengan pedih. Sumayyah Ra adalah wanita pertama yang gugur sebagai syahidah karena mempertahankan agamanya. Melihat kejadian itu semua, Ammar Ra merasa terpukul, dan bersedih, sehingga Rasulullah Saw merasakan kesedihan itu kemudian menghampiri Ammar dengan bersabda, “Ya Ammar, bersabarlah, sesungguhnya ayah-ibumu ada di surga.” Mendengar perkataan Rasulullah itu, hati Ammar pun menjadi tenang dan jiwanya merasakan kebahagiaan.
Kisah kelima, kisah tentang Zainab Al Ghazali. Beliau adalah sosok mujahidah terkemuka yang lahir di abad 20. Aktivis Ikhwanul Muslimin ini pernah mengalami berbagai bentuk siksaan dan penderitaan yang mengerikan, sebagaimana diceritakannya dalam bukunya yang berjudul Ayyamun Min Hayati (Hari-hari dalam kehidupanku). Buku tersebut menggambarkan hari-hari yang dilakukan oleh penulisnya selama di balik terali besi. Setiap huruf, kata, kalimat dan lembar yang terdapat di dalam buku tersebut adalah refleksi dari perasaan yang mendalam. Proses penyiksaan demi penyiksaan yang dialaminya, semua ia ungkap dalam buku tersebut. Dari buku itu terungkap, bahwa orang-orang yang telah menjalani masa penahanan, lebih mampu mengungkapkan penderitaan, kesabaran dan ujian yang dihadapinya. Bahkan, ia adalah orang yang paling mampu menggambarkan berbagai tragedi yang dialaminya melalui penanya yang ikut terluka.
Sahabatku…
Kisah-kisah di atas adalah hiburan bagi kita, hamba Allah yang lemah dan juga bagi mereka yang sedang ditimpa musibah dan sedang menerima berbagai bentuk ujian dan cobaan. Di banding dengan ujian, cobaan dan penderitan yang telah mereka alami, penderitaan yang menimpa kita belum seberapa, namun lihatlah wahai sahabat! Mereka ternyata mampu bersabar, bertawakal dan menyikapinya dengan tenang. Hingga pada akhirnya Allah meneguhkan kedudukan mereka dan memberikan kemenangan yang dekat kepada mereka, dengan kehidupan yang mulia atau mati syahid mendapatkan surga-Nya.
Berkorban itu Nikmat
Dalam sebuah penjara Mesir, seorang ikhwan bernama Hilmi Mukmin diberi hukuman dipukuli secara membabi buta oleh cambuk dan tongkat karena ia menolak diperintahkan untuk memukul saudaranya sesama ikhwan. Ia lebih memilih disiksa oleh algojo penjara dan berkorban untuk melindungi saudaranya sesama ikhwan.
Ternyata, meski dihujani pukulan bertubi-tubi, Hilmi Mukmin tak mengeluarkan kata-kata apapun yang menunjukkan ia merasa sakit. Sikap Hilmi Mukmin, benar-benar membuat algojo penjara putus asa sehingga ia berhenti kelelahan memukulinya.
Berkorban itu nikmat.
Allah pasti membalas amal seseorang didunia dengan rasa nikmat, kecerahan dan ketenangan hati.
Berkorban berarti memberikan sesuatu untuk orang lain, bukan untuk kepentingan sendiri atau melakukan sesuatu yang hasilnya bukan untuk diri sendiri. Anas ra. pernah mengatakan bahwa Rasulullah Saw adalah orang yang tidak pernah diminta sesuatu, kecuali ia pasti akan memberikannya.
Namun apabila kita tak dapat merasakan nikmatnya pengorbanan, perlu kita bertanya lebih jauh, apakah amal pengorbanan kita tersebut telah terkontaminasi. Karena "Bila di hatimu tak ada kelezatan yang bisa kamu dapatkan dari amal yang kamu lakukan, maka curigailah hatimu" (Ibnu Taimiyah).
Umar bin Khatab mengatakan "Aku telah membuktikan bahwa kenikmatan hidup itu ternyata ada pada kesabaran kita dalam berkorban"
"Bagianmu yang sesungguhnya dari dunia ini adalah apa yang kamu berikan kepada orang lain"
Aku hanyalah seorang Hamba
Kalau ada pakaian yang koyak, Rasulullah
menampalnya sendiri tanpa perlu menyuruh
isterinya. Beliau juga memerah susu kambing
untuk keperluan keluarga mahupun untuk dijual.
Setiap kali pulang ke rumah, bila dilihat tiada
makanan yang sudah siap di masak untuk
dimakan, sambil
tersenyum baginda menyinsing lengan bajunya
untuk membantu isterinya di dapur.
Sayidatina 'Aisyah menceritakan "Kalau Nabi
berada di rumah, beliau selalu membantu urusan
rumahtangga. Jika mendengar azan, beliau cepat-
cepat berangkat ke masjid, dan cepat-cepat pula
kembali sesudah selesai sembahyang."
Pernah baginda pulang pada waktu pagi. Tentulah
baginda amat lapar waktu itu. Tetapi dilihatnya
tiada apa pun yang ada untuk sarapan. Yang
mentah pun tidak ada kerana Sayidatina 'Aisyah
belum ke pasar. Maka Nabi bertanya, "Belum ada
sarapan ya Khumaira?" (Khumaira adalah
panggilan mesra untuk Sayidatina 'Aisyah yang
bererti 'Wahai yang kemerah-merahan')
'Aisyah menjawab dengan agak serba
salah, "Belum ada apa-apa wahai Rasulullah."
Rasulullah lantas berkata, "Jika begitu aku puasa
saja hari ini." tanpa sedikit tergambar rasa kesal di
wajahnya.
Sebaliknya baginda sangat marah tatkala melihat
seorang suami memukul isterinya. Rasulullah
menegur,
"Mengapa engkau memukul isterimu?" Lantas
soalan itu dijawab dengan agak gementar, "Isteriku
sangat keras
kepala. Sudah diberi nasihat dia tetap degil, jadi
aku pukul dia."
"Aku tidak bertanya alasanmu," sahut Nabi
s.a.w. "Aku menanyakan mengapa engkau
memukul teman tidurmu dan
ibu kepada anak-anakmu?"
Pernah baginda bersabda, "sebaik-baik lelaki
adalah yang paling baik dan lemah lembut
terhadap isterinya."
Prihatin, sabar dan tawadhuknya baginda dalam
menjadi ketua keluarga langsung tidak sedikitpun
menjejaskan
kedudukannya sebagai pemimpin umat.
Pada suatu ketika baginda menjadi imam solat.
Dilihat oleh para sahabat, pergerakan baginda
antara satu
rukun ke satu rukun yang lain amat sukar sekali.
Dan mereka mendengar bunyi menggerutup seolah-
olah
sendi-sendi pada tubuh baginda yang mulia itu
bergeser antara satu sama lain.
Sayidina Umar yang tidak tahan melihat keadaan
baginda itu langsung bertanya setelah selesai
bersembahyang,
"Ya Rasulullah, kami melihat seolah-olah tuan
menanggung penderitaan yang amat berat, tuan
sakitkah ya Rasulullah?"
"Tidak, ya Umar. Alhamdulillah, aku sihat dan
segar."
"Ya Rasulullah... mengapa setiap kali tuan
menggerakkan tubuh, kami mendengar seolah-olah
sendi bergeselan di tubuh tuan? Kami yakin
engkau sedang sakit..." desak Umar penuh cemas.
Akhirnya Rasulullah mengangkat jubahnya. Para
sahabat amat terkejut. Perut baginda yang kempis,
kelihatan dililiti sehelai kain yang berisi batu kerikil, buat
menahan rasa lapar. Batu-batu kecil itulah yang
menimbulkan bunyi-bunyi halus setiap kali
bergeraknya tubuh baginda.
"Ya Rasulullah! Adakah bila tuan menyatakan lapar
dan tidak punya makanan, kami tidak akan
mendapatkannya buat tuan?"
Lalu baginda menjawab dengan lembut, "Tidak
para sahabatku. Aku tahu, apa pun akan engkau
korbankan demi Rasulmu. Tetapi apakah akan aku jawab di
hadapan ALLAH nati, apabila aku sebagai
pemimpin, menjadi beban kepada umatnya?"
"Biarlah kelaparan ini sebagai hadiah ALLAH
buatku, agar umatku kelak tidak ada yang
kelaparan di dunia ini lebih-lebih lagi tiada
yang kelaparan di Akhirat kelak."
Baginda pernah tanpa rasa canggung sedikitpun
makan di sebelah seorang tua yang penuh kudis,
miskin dan kotor.
Hanya diam dan bersabar bila kain rida'nya
direntap dengan kasar oleh seorang Arab Badwi
hingga berbekas merah di lehernya. Dan dengan penuh
rasa kehambaan baginda membasuh tempat yang
dikencing si Badwi di dalam masjid sebelum menegur dengan
lembut perbuatan itu.
Mengenang peribadi yang amat halus ini, timbul
persoalan dalam diri kita... adakah lagi bayangan
peribadi baginda Rasulullah s.a.w. hari ini? Apa
yang kedengaran sehari-hari sepertimana yang
didedahkan oleh media
cerita derita akibat sikap mereka-mereka yang
tidak berperanan di tempatnya. Amat sukar hendak
mencari seorang manusia yang sanggup
mengorbankan kepentingan diri untuk orang lain
semata-mata kerana takutkan ALLAH,
sepertimana yang dilakukan oleh Rasulullah.
Apakah rahasia yang menjadikan jiwa dan akhlak
baginda begitu indah?
Apakah yang menjadi rahsia kehalusan akhlaknya
hingga sangat memikat dan menjadikan mereka
yang hampir dengannya begitu tinggi kecintaan
padanya?
Apakah anak kunci kehebatan peribadi baginda
yang bukan saja sangat bahagia kehidupannya
walaupun di dalam kesusahan dan penderitaan,
bahkan mampu pula membahagiakan orang lain
tatkala di dalam derita?
Nur Muhammad itu, yang ALLAH ciptakan semua
makhluk yang lain kerananya, mempunyai
kekuatan dalaman paling
unggul. Kecintaannya yang tinggi terhadap ALLAH
swt dan rasa kehambaan yang sudah sebati dalam
diri Rasulullah saw menolak sama sekali rasa
ketuanan.
Seolah-olah anugerah kemuliaan dari ALLAH
langsung tidak dijadikan sebab untuknya merasa
lebih dari yang
lain, ketika di depan ramai mahupun dalam
keseorangan.
Ketika pintu Syurga telah terbuka seluas-luasnya
untuk baginda, baginda masih lagi berdiri di waktu-
waktu sepi malam hari, terus-menerus beribadah
hinggakan pernah baginda terjatuh lantaran
kakinya sudah bengkak-bengkak.
Fizikalnya sudah tidak mampu
menanggung kemahuan jiwanya yang tinggi. Bila
ditanya oleh Sayidatina 'Aisyah, "Ya Rasulullah, bukankah
engaku telah dijamin Syurga? Mengapa engkau
masih bersusah payah begini?"
Jawab baginda dengan lunak, "Ya 'Aisyah,
bukankah aku ini hanyalah seorang hamba?
Sesungguhnya aku ingin
menjadi hamba-Nya yang bersyukur."